Pagi ini, kabar duka datang dari kawan pendaki digunung prau..
Siapa yang tak mengenal gunung prau? Keindahannya selalu menyeret siapa saja untuk menikmati keindahannya. Dari pemandangan doble "S" (Sindoro/Sumbing) beserta jajaran gunung dibelakangnya seperti andong,merapi,merbabu,lawu.
Tak pelak kadang seorang pendaki mengabaikan keselamatannya dirinya sendiri, tanpa tau sikon, dan peralatan minim serta pedoman pendoman hitz yang kadang bikin risih ketika mendengar atau melihatnya. Disini saya tak mau menyalahkan kenapa dan siapa..
Hal ini cuma tentang cara pandang bagaimana kita bisa menikmati menghayati bagaimana cara alam berbicara kepada kita,
jujur saja, saya juga senang mendaki seperti anak2 muda pada umumnya.. Dan karena hal seperti ini terjadi, bisakah kita berfikir kritis tentang keselamatan pada diri sendiri atau kelompok, persiapan yang kurang matang terkadang malah menjadi bumerang bagi diri sendiri. Contoh sepele, dimusim penghujan seperti ini, harusnya! Kita sebagai penikmat alam lebih kritis tentang cuaca dan keaadaan alam sekitar, apakah memungkinkan untuk berkegiatan dialam bebas atau lebih baik menunggu alam benar2 dalam keaadaan baik..
Tewasnya 3 pendaki digunung prau ini seperti tamparan bagi saya..ketika saya membaca ada rasa kesal bercampur sedih.
Kenapa kalian tak melihat kondisi alam? Bukankah teknologi sekarang ini sudahlah sangat maju karena hanya untuk memantau cuaca saja kita cukup melihat weather, dan kabar itu adalah kabar kesal juga menyedihkan bahwa sebagai penikmat alam, kadang kita lupa dasar2 keselamatan diri sendiri.
Pernah saya mendaki gunung dalam keadaan badai hujan bercampur gelegar petir yang menyambar kesana kemari, takut? Iya.. Saya pasti sangat takut, hal yang tak diharap bisa terjadi kapan saja, pernah singkat cerita didalam badai saya mendaki berdua dengan teman saya, ada sekelompok pendaki tanpa alat yang bisa dikatakan memadai, pada saat itu hujan lebat disertai angin kencang terjadi, tenda mereka framenya patah, tenda mereka sudah tak berbentuk, mereka mencari pertolongan tapi tak satupun seseorang mau menolong.. mereka menggigil, baju mereka basah tas mereka juga, tanpa raincover sudah dipastikan logistik mereka sudah tak layak lagi.. Kami berdua datang membantu membongkar tenda mereka kemudian kami build up kembali tenda mereka tanpa sebuah frame, dan kami carikan tempat agak miring agar terhindar dari angin dan kami buatkan tenda darurat sementara untuk mereka..
Saat hal seperti itu terjadi kami memilih kembali kebasecamp karena kami berdua tak ingin bernasib sama seperti mereka..walaupun disisi lain bisa dikatakan alat dan logistik kami lebih standart dan lebih memadai..dan cerita ini sedikit gambaran bahwa dimusim penghujan seperti ini sangatlah rawan melakukan sebuah pendakian tanpa persiapan dan rencana yang matang.
Hindari resiko dan hal yang tak diinginkan, "sejauh manapun kita pergi, sejauh mana pun langkah telah berlari, rumah adalah tempat teraman dan ternyaman untuk kembali"
"HOME SWEET HOME"
Siapa yang tak mengenal gunung prau? Keindahannya selalu menyeret siapa saja untuk menikmati keindahannya. Dari pemandangan doble "S" (Sindoro/Sumbing) beserta jajaran gunung dibelakangnya seperti andong,merapi,merbabu,lawu.
Tak pelak kadang seorang pendaki mengabaikan keselamatannya dirinya sendiri, tanpa tau sikon, dan peralatan minim serta pedoman pendoman hitz yang kadang bikin risih ketika mendengar atau melihatnya. Disini saya tak mau menyalahkan kenapa dan siapa..
Hal ini cuma tentang cara pandang bagaimana kita bisa menikmati menghayati bagaimana cara alam berbicara kepada kita,
jujur saja, saya juga senang mendaki seperti anak2 muda pada umumnya.. Dan karena hal seperti ini terjadi, bisakah kita berfikir kritis tentang keselamatan pada diri sendiri atau kelompok, persiapan yang kurang matang terkadang malah menjadi bumerang bagi diri sendiri. Contoh sepele, dimusim penghujan seperti ini, harusnya! Kita sebagai penikmat alam lebih kritis tentang cuaca dan keaadaan alam sekitar, apakah memungkinkan untuk berkegiatan dialam bebas atau lebih baik menunggu alam benar2 dalam keaadaan baik..
Tewasnya 3 pendaki digunung prau ini seperti tamparan bagi saya..ketika saya membaca ada rasa kesal bercampur sedih.
Kenapa kalian tak melihat kondisi alam? Bukankah teknologi sekarang ini sudahlah sangat maju karena hanya untuk memantau cuaca saja kita cukup melihat weather, dan kabar itu adalah kabar kesal juga menyedihkan bahwa sebagai penikmat alam, kadang kita lupa dasar2 keselamatan diri sendiri.
Pernah saya mendaki gunung dalam keadaan badai hujan bercampur gelegar petir yang menyambar kesana kemari, takut? Iya.. Saya pasti sangat takut, hal yang tak diharap bisa terjadi kapan saja, pernah singkat cerita didalam badai saya mendaki berdua dengan teman saya, ada sekelompok pendaki tanpa alat yang bisa dikatakan memadai, pada saat itu hujan lebat disertai angin kencang terjadi, tenda mereka framenya patah, tenda mereka sudah tak berbentuk, mereka mencari pertolongan tapi tak satupun seseorang mau menolong.. mereka menggigil, baju mereka basah tas mereka juga, tanpa raincover sudah dipastikan logistik mereka sudah tak layak lagi.. Kami berdua datang membantu membongkar tenda mereka kemudian kami build up kembali tenda mereka tanpa sebuah frame, dan kami carikan tempat agak miring agar terhindar dari angin dan kami buatkan tenda darurat sementara untuk mereka..
Saat hal seperti itu terjadi kami memilih kembali kebasecamp karena kami berdua tak ingin bernasib sama seperti mereka..walaupun disisi lain bisa dikatakan alat dan logistik kami lebih standart dan lebih memadai..dan cerita ini sedikit gambaran bahwa dimusim penghujan seperti ini sangatlah rawan melakukan sebuah pendakian tanpa persiapan dan rencana yang matang.
Hindari resiko dan hal yang tak diinginkan, "sejauh manapun kita pergi, sejauh mana pun langkah telah berlari, rumah adalah tempat teraman dan ternyaman untuk kembali"
"HOME SWEET HOME"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar